23 Apr 2012

Tantangan dan Hambatan HS Kami

Tak terasa sudah satu tahun anak-anak kami tak sekolah di sekolah formal. Selama kurun waktu tersebut terkadang kami begitu bersemangat, dalam menjalani proses home education  kami,  namun ada kalanya kami merasa ragu-ragu dan tidak bersemangat . Sejak awal kami memutuskan untuk mengHSkan anak-anak kami hingga sekarang ada beberapa hal yang pernah membuat kami ( khususnya  aku, sebagai ibunya ) merasa begitu down dan kurang bersemangat dan boleh dikatakan inilah tantangan dan hambatan dalam proses Home Education kami :


1. Menghadapi reaksi orang-orang disekitar kami.
Mungkin inilah hal pertama membuat kami merasa tidak nyaman..Saat kami harus mendengarkan komentar-komentar miring tentang HS. Tidak sebatas komentar, namun juga perubahan sikap dari orang orang terdekat . Hampir sebagian besar tak mendukung keputusan kami. kalau difikir-fikir hanya suamikulah yang benar-benar mendukung. Kami juga sempat menjadi bahan pergunjingan di lingkungan sekolah, diacara kumpul-kumpul hajatan, sampai sekedar perbincangan ringan di warung. Anak kami juga sering ditanya-tanya sama tetangga. Pada saat itu aku sendiri benar-benar merasa down dan stress juga memikirkannya. Kami dianggap tidak menghargai pihak sekolah, kami , ada yang bilang juga kalau kami ikut aliran tertentu atau aliran sesatlah.  Sedangkan suamiku terkesan lebih cuek. Kalau dilingkungan teman-teman kerja Alhamdulillah biasa-biasa saja, Paling sekedar bertanya dan aku jawab saja seperlunya. Saat bertemu teman kadang ada yang menayakan anakmu kelas berapa, rangking berapa  Untuk menghindari pertanyaan yang berkepanjangan lah, kadang aku jawab sekenanya saja. Yang kami rasa agak berat adalah menghadapi reaksi dari beberapa keluarga dekat kami yang menurutku terlalu berlebihan. Hanya karena HS, silaturahmi merenggang. Tapi suamiku selalu memberi semangat, bahwa yang terpenting bukan kita yang menjauh dari mereka.  Seiring berjalannya waktu kami berusaha untuk tetap semangat, meskipun harus menghadapi berbagai macam reaksi tersebut. Karena kalau hidup ini sibuk mendengarkan omongan orang lain, bagaimana kami akan maju, bagaimana kami akan melangkah yang ada justru kebingungan dan keragua-raguan .
2. Terbatasnya waktu kebersamaan kami dengan anak
Idealnya memang ada salah satu dari kami yang selalu memdampingi dan mengawasi proses home education pada anak-anak kami. Namun karena kami sama-sama bekerja waktu yang seharusnya kami miliki untuk mendampingi anak-anak menjadi terbatas. Setiap hari kecuali hari libur, aku harus ngantor dari jam tujuh pagi hingga jam dua, begitu juga dengan suamiku, meskipun waktu bekerja suamiku lebih fleksibel karena bukan pegawai kantoran, namun tak jarang ada saat-saat dimana kami sama-sama harus meninggalkan rumah untuk bekerja. Mau tak mau anak-anak hanya didampingi oleh Nenek, dan asisten rumah tangga kami. Sebelum kami meninggalkan rumah kami coba memberikan sedikit pesan, arahan kadang-kadang juga tugas pada anak-anak kami. Untuk anak kami yang paling besar, kami beri tanggung jawab lebih untuk membimbing adik-adiknya. Dalam hal ini tugas yang kami berikan tidaklah sama dengan memberikan PR layaknya guru pada muridnya, kecuali memang anak menginginkan . Sebelum kami berangkat kerja kami hanya katakan." Bunda mau berangkat ne, hari ini pada kepingin belajar ngapain?"  Kalau si sulung, 11 tahun kadang-kadang cuma pengin belajar edit photo, belajar ngeblog, ataupun belajar online di IXL Math, sedangkan yang nomor dua lebih senang menggambar, nulis-nulis cerita. Kalau yang nomer tiga lebih meniru kakak perempuannya, suka edit-edit foto dan kadang IXL math juga. Yang nggak pernah ketinggalan selingan game-gamean online nya. Tapi ada kalanya juga minta mengerjakan worksheet,mempraktekkan  percobaan percobaan percobaan kecil dari buku, kadang -kadang juga cuma baca-baca buku.
Karena terbatasnya waktu, maka waktu kebersaaman yang terbatas ini harus benar-benar kami manfaatkan agar benar-benar berkwalitas.
3. Tidak ada yang mengawasi saat anak-anak berseluncur di dunia maya.
Yang ini erat kaitanya dengan yang hambatan nomer dua di atas. Karena kadang-kadang kami harus meninggalkan rumah dalam waktu bersamaan, sementara anak-anak ingin belajar melalui internet, terpaksa anak anak harus lakukan itu tanpa pengawasan orang tua. Meskipun anak mungkin tidak sengaja membuka situs situs dewasa, namun seringkali mesin pencari mengarah pada situs situs untuk orang  dewasa. Untuk yang satu ini kami berusaha tetap memantau baik pada saat itu juga dengan menanyakan melalui handphone, maupun mengecek kembali situs apa saja yang disinggahi.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;